Translate

Sabtu, 18 April 2015

Kamis, 24 Juli 2014

Saya dan wisma Rusa Baluran

Traveling sendirian, menginap di penginapan di tengah hutan. Tanpa listrik. Tanpa televisi. Membayangkan hanya mendengar hembusan angin yang menggesekan daun pohon . Keindahan purnama yang menyinari savana dengan sekawanan rusa yang melintas. Merdunya suara kicauan  burung. Hanya ada saya dan alam. Hmm, suasana yang berbeda dengan keseharian saya di Yogya.

Wisma Rusa di taman nasional Baluran , Situbondo, jawa timur menjawab keinginan saya. Wisma di tengah hutan. Jarak antara wisma dengan jalan raya 15 kilometer. Listrik yang bersumber dari genset menyala dari jam 5 sore sampai jam 23 malam, selebihnya gelap. Jika tamu ingin listrik menyala sampai pagi maka dikenai tambahan charge 100 ribu rupiah per malam. Tidak ada kantin atau restaurant disini. 

Baluran mempunyai beberapa wisma untuk tamu. Wisma Rusa merupakan penginapan berdinding kayu berlantai dua dengan beberapa kamar. Posisinya tepat di depan savana. Tidak jauh dari wisma Rusa,  ada wisma Merak dan Banteng yang mirip cottage. Sedangkan di pantai Bama, pantai ini masih satu kawasan dengan taman nasional Baluran, terdapat wisma Kapidada.

Pagi itu, di akhir mei 2014, saya sampai di Baluran. Tujuannya selain  mengexplore juga ingin menikmati sensasi menginap sendirian di tengah hutan.

Bekal  lengkap untuk menginap sudah saya persiapkan. Mulai dari air mineral, makanan, lampu senter , lotion anti nyamuk dan power bank.

Setelah check in, saya mengexplore savana yang meranggas . Mengamati binatang yang melintas,  menikmati gunung Baluran yang sebagian ditutupi kabut. Dan aktivitas memotret. Ngobrol dengan sesama wisatawan. Enjoy karena ini pengalaman pertama saya jalan-jalan di hutan.

Rasa kantuk karena perjalanan semalam dari Yogya membuat saya menghentikan petualangan seru ini. Saya bergegas ke penginapan untuk rebahan  tidur ayam sebentar. Saya berharap kembali segar untuk mengexplore .

Tidak ada sepuluh menit tertidur, saya dibangunkan suara ketukan di dinding kamar. " paling juga suara cicak", batin saya sambil kembali mencoba tidur . Akan tetapi suara cicak bertambah kencang. Karena cukup mengganggu, saya mencari sumber suara dan memukul dinding  beberapa kali dengan harapan sang cicak pergi.

"Bobo lagi, ah", ucap saya dalam hati karena tidak terdengar lagi suara cicak. Karena terasa gerah , maklum di kamar ini tanpa kipas , saya membuka jendela.

Beberapa menit  berhasil tidur. Tapi kembali dibangunkan dengan suara yang sama. Saya terbangun dan diam. Cicak itu rupanya mengajak saya 'bermain'.   Dengan perasaan jengkel dan setengah mengantuk, saya keluar dari kamar .

Saya kembali ke savana , kembali memotret. Tapi sebelumnya mampir dulu ke toilet. Dan apa yang saya khawatirkan , sejak pertama tiba dan  melihat wisma ini, menjadi kenyataan. Hawa dingin beku di tengkuk juga merinding terasa di area toilet. Pertanda ada ' mahkluk lain'  di wisma ini. Tapi , tsaaah ! ..itu kan hal biasa dimana-mana juga ada. " saya 'kan pemberani", saya menghibur diri sendiri.

Mata mengantuk tapi tidak bisa tidur, sungguh membuat jengkel. Akhirnya saya memutuskan duduk santai di depan savana, mengamati wisatawan yang asik memotret.

Sorang wisatawan asal Banyuwangi mengajak saya ke pantai Bama. "Hmmm, kebetulan", batin saya karena air mineral dan roti manis,yang sedianya untuk bekal dicopet seekor monyet. Di pantai Bama, saya akan membeli makanan juga air mineral. " Berani benar, sampeyan menginap sendirian di hutan " kata teman baru saya itu.

Jam di tangan saya menunjukkan jam 3 sore, saya bergegas sholat ashar. Hati saya ciut untuk mengambil air wudhu di pancuran di dekat mushola.Hal ini diperparah dengan kedatangan seekor monyet yang datang melintas dengan cepat sambil bersuara gaduh. Saya dibuat kaget dengan adegan monyet tersebut.

Menjelang maghrib, hari mulai gelap. lampu di wisma Rusa mulai dinyalakan. Petugas di wisma Rusa menyapa saya dan kembali menjelaskan tentang pasokan listrik yang hanya tersedia sampai jam 23.00 malam. Sambil memberitahukan ke saya, bahwa saya menginap sendirian malam ini. Sejak awal, saya tau bahwa saya akan sendiri di wisma ini tapi perasaan takut telah berhasil menyergap saya. "Waduh, bakal ada adegan apalagi di wisma Rusa. suara cicak, bulu kuduk yang menggigil atau ada adegan horor", pikir saya.

Akhirnya, saya menelpon ojek, yang tadi pagi mengantar saya untuk dijemput.Saya batal tidur di tengah hutan.

Segelas milo panas dan badan yang segar setelah mandi membuat tidur saya nyenyak. Akhirnya saya menginap di Forest Ranger home stay yang berjarak 200 meter dari Baluran. Esoknya , saya kembali ke Baluran, kembali mengexplore. Kembali menuntaskan beberapa lokasi di Baluran yang belum terexplore kemarin.

Di tengah padang savana Baluran, saya menatap wisma rusa dan memotretnya. Memang belum terbukti wisma Rusa itu berhantu karena saya belum ketemu hantu di wisma Rusa . Ketakutan saya telah memupuskan keinginan untuk menikmati romantisme menginap di hutan. Tsaaaahh !!! . Dan wisma ini pula yang membuat saya harus melepas label "pemberani", yang saya sematkan untuk diri saya.

Senin, 14 Juli 2014

Menuntaskan rindu dengan Merapi



Suatu pagi di akhir bulan april 2014, hulu kali Boyong sebelah selatan Merapi terlihat kesibukan. Truk hilir mudik masuk dan keluar sungai untuk mengangkut pasir.Beberapa warga terlihat menikmati aktivitas ini.

Merapi terlihat anteng dan gagah. Secuil awan bergelantung di langit dan menambah keindahan merapi pagi itu yang nampak biru. Dari hulu kali Boyong ini, nampak Merapi hanya selemparan batu jauhnya.

Sementara itu jembatan gantung terbentang diatas kali Boyong menambah indahnya suasana pagi itu.
Inilah keindahan dan bersahabatnya Merapi dengan warga.

Tahun 2014 tepat siklus empat tahunan letusan Merapi. Pada akhir  april 2014, BPPTKG mengeluarkan pengumuman status Merapi menjadi 
Waspada karena terdengar dentuman beberapa kali dari 
Merapi.

 Ingatan saya kembali ketahun 2010 saat terjadi erupsi. Merapi berubah menjadi galak. Awan panas meluluhlantakkan desa-desa di lereng Merapi dan ratusan nyawa melayang.

Perasaaan sedih juga ketakutan kembali mengaduk emosi disamping perasaan rindu akan keindahan Merapi di segenap penjurunya.

Untuk menuntaskan rindu, saya menghampiri Merapi searah jarum jam , searah 180 derajat dimulai dari selatan Merapi, yaitu hulu kali Boyong, seperti yang saya ceritakan diawal tulisan. Kemudian mampir ke pos pengamatan Merapi di Kaliurang. Dari Kaliurang, saya bergeser ke arah barat di pos Babadan di Magelang. Lanjut ke barat laut, tepatnya di desa Wonolelo, Sawangan, Magelang. dan terakhir disisi utara Merapi, di Selo, Boyolali.

Pos Merapi di Kaliurang, inilah pos yang berada di sisi selatan gunung. Pos ini berjarak tujuh kilometer dari puncak Merapi.Menara pandang terlihat di depan kantor. Alat seismograf atau alat pantau kegempaan juga tedapat di pos ini. Terdapat layar monitor yang terhubung dengan CCTV yang dipasang di lereng Merapi. Saat Merapi berlebihan aktivitas akan terlihat penggelembungan di tubuh Merapi. Nah, kondisi ini terpantau di CCTV.Ternyata Merapi juga bisa gendut ya..


Dari Kaliurang, saya bergeser ke arah barat Merapi, tepatnya arah menuju Ketep Pass. Sebelum sampai di Ketep Pass belok kanan melewati jembatan Tlatar kemudian mendaki menuju desa Babadan.
Hal sama juga terlihat di pos Babadan. berbagai peralatan pemantauan terpasang di pos ini. Dan bekerja selama 24 jam. Di pos ini terdapat bunker, tempat menyelamatkan diri dari awan panas. Pos ini berjarak 4,4 kliometer dari puncak Merapi. Pada erupsi tahun 2010, pos ini ditinggalkan dengan alasan keselamatan. Merapi terlihat cantik disini. Asap solfatara tipis keluar dari kawah. Hutan pinus mengitari gunung ini.


 

Selanjutnya, saya meninggalkan pos Babadan menuju desa Wonolelo, Sawangan, Magelang. Posisi desa ini setelah Ketep Pass ke arah Selo, kurang lebih berjarak 5 kilometer dari tempat wisata Ketep Pass. Desa ini berada di sisi barat laut Merapi. Merapi nampak dikitari hamparan kebun sayur plus pemukiman penduduk yang terkonsentrasi di satu titik. Udara yang bersih dan segar di area ini. Sungai Pabelan yang berhulu di gunung Merbabu membelah desa ini, mengalirkan air bersih dan menjelma menjadi air terjun Kedung Kayang yang cantik. Dan Merapi menjadi latarnya.


Saatnya menuju Selo, Boyolali. Desa ini berada di sisi utara Merapi. Jalan aspal yang tidak lebar dengan medan menanjak sungguh seru untuk dijajaki. Kebun sayur beserta kesibukan petani yang menggarap kebun juga riuhnya canda mereka diatas mobil bak terbuka sungguh pemandangan yang menyenangkan.

Tak kalah indahnya Merapi dan Merbabu yang menjadi latar area ini. Dan udara yang segar, pas banget buat menyegarkan rongga dada kita. Jalur ini dinamakan jalur SOSEBO atau jalur Solo- Selo - Borobudur. Jalur alternatif cantik jika kita akan menuju Borobudur dari Solo. Merapi terlihat gagah, jalur kawah berpasir dan terlihat bak parit raksasa. Mata ini tak henti-hentinya menjelajah keindahan Merapi.



Sementara puluhan anak muda sedang menikmati keindahan Merapi di jembatan gantung. Mereka saling memotret dan bercengkrama.Inilah tempat hang out mereka. Tempat yang cantik. Sepertinya mereka telah lupa akan bencana erupsi Merapi empat tahun silam. Tidak nampak ada ketakutan lagi.





Sekarang saya sudah sampai di desa Selo, Boyolali. Desa ini berada di sisi utara Merapi dan hanya berjarak 4 kilometer dari puncak Merapi. Beberapa pendaki mengawali pendakian ke gunung Merapi melalui desa ini. Selo berada di antara Merbabu dan Merapi. Hamparan alamnya mirip pelana kuda. Selo berada di titik terbawah diapit kedua gunung tersebut. Merapi dari Selo nampak sangat jelas akan tetapi hanya terlihat bagian puncaknya saja karena dibawahnya terdapat gunung Bibi. Keberadaan gunung Bibi menguntungkan masyarakat Selo karena muntahan awan panas akan tertahan oleh gunung Bibi.




Merapi menyajikan keindahan di segenap penjurunya. Namun seperti karakter alam. Merapi bak mata uang logam mempunyai dua sisi yang berbeda. Sisi cantik dan keberkahan bagi masyarakat sekitar namun juga mempunyai sisi yang menakutkan.

Kamis, 13 Februari 2014

Festival 1000 durian Kalibawang

Tanggal 9 febuari 2014 di sepanjang jalan di sekitar jembatan gantung desa Duwet di Minggir, Sleman dan Bligo, Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta terlihat suasana yang tidak biasa karena digelar even  festival 1000 durian Kalibawang. Pagi itu terlihat beberapa petani durian menuju lokasi festival dengan membawa durian berjumlah puluhan yang ditaruh di kanan-kiri sepeda motor mereka. Sementara itu calon pembeli durian mulai berdatangan. Desa yang biasanya lengang kini nampak sibuk.


                                                       Jembatan gantung desa Duwet

Untuk menuju lokasi festival 1000 durian dapat dicapai dengan menuju jalan Godean kemudian sampai perempatan Moyudan , ambil jalan ke kanan , ikuti jalan ini terus ketika bertemu perempatan tetap lanjutkan perjalanan sampai pada pertigaan kemudian belok kiri, ikuti jalan ini . Jalan ini berada di pinggir selokan Mataram. Nah, diujung jalan telah terlihat jembatan gantung. Itulah jembatan gantung Duwet, tempat festival durian diselenggarakan.

 Kulon Progo terkenal akan komoditi buah durian. Jika melintas di jalan alternatif  Wates - Muntilan di sepanjang jalan mulai dari perempatan Nanggulan sampai pertigaan pasar Jagalan terlihat penjual durian . Pemandangan ini terlihat saat panen buah durian yaitu pada bulan januari hingga maret.

Menurut jadwal dari panitya, festival ini akan dibuka tepat jam 9, akan tetapi pada kenyataannya sebelum jam tersebut transaksi durian telang berlangsung. Pembeli telah memilih durian dan membayar , bisa jadi karena pembeli telah menemukan durian yang sreg atau mereka khawatir mendapatkan durian yang tidak sesuai jika tidak langsung dibeli.

Harga telah ditentukan oleh penjual. Range harga antara 20 ribu rupiah untuk durian berukuran kecil dan 70 ribu rupiah untuk durian berukuran besar. Dan itu adalah harga mati alias tidak ada penawaran. Bagi calon pembeli yang tau betul harga durian dan tau dimana membeli durian murah akan mundur. Akan tetapi bagi penikmat durian yang tidak sabar untuk melahap durian akan pantang mundur.



Semakin siang, di sepanjang jembatan gantung desa Duwet semakin ramai . Penjual durian menambah stok durian untuk jualan mereka demikian juga dengan pembeli. Ternyata penjualpun meluber sampai luar area festival, tepatnya di halaman rumah penduduk . Pembeli nampak asiik menawar durian dan menikmatinya di tempat.

                                                 Menjual durian di depan rumah penduduk

Nah, jika pas berada di Yogyakarta saat musim durian tiba, silakan mampir di sekitar Kalibawang, Kulon Progo untuk menikmati pesta durian menoreh.

Selasa, 28 Januari 2014

Candi Sojiwan

Candi Sojiwan,candi dengan relief fabel yang menarik http://sheisjavanesse.blogspot.com/2014/01/candi-sojiwancandi-dengan-relief-fabel.html

Minggu, 26 Januari 2014

Candi Sojiwan,candi dengan relief fabel yang menarik

Tidak jauh dari candi Prambanan yang kesohor itu juga tidak jauh candi Plaosan serta candi Ratu Boko, terdapat candi Sojiwan yang menarik untuk dieksplor.

Candi Sojiwan berada di desa Kebon dalem kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Tepatnya, jika dari Yogyakarta pada pertigaan Prambanan di  jalan Solo km 16 belok kanan  kemudian ikuti jalan sampai melewati lintasan rel kereta. Nah, setelah toko keramik terdapat jalan beraspal ke kiri, ikuti jalan ini kemudian belok kanan di pertigaan berikutnya. Candi Sojiwan terletak tidak jauh dari pertigaan ini.

Posisi candi yang berdekatan dengan pemukiman penduduk serta dikelilingi di ladang jagung ini , tidak memungut tiket masuk alias gratis. Cukup menulis mengisi buku tamu yang disediakan petugas keamanan. Dan juga tidak ada pungutan yang harus dibayar untuk keperluan foto untuk prewedding.

Candi Sojiwan merupakan candi Budha. Sebuah stupa berdiri di halaman candi. Candi ini dibangun antara tahun 842 dan 850 masehi oleh Raja Balitung sebagai penghormatan kepada neneknya Nini Haji Rakryan Sanjiwana yang beraagama Budha.

      
                                                                    Candi Sojiwan

                                                           Penampilan candi dari depan

                                                       Lorong menuju bagian dalam candi

Candi yang terdiri dari  satu bangunan utama ini didampingi oleh stupa . Stupa ini berbeda dengan stupa di candi Borobudur yang berongga dan terdapat patung Budha didalamnya, stupa di candi Sojiwan  tanpa patung Budha.

Yang menarik dari candi ini adalah terdapatnya relief berupa fabel yang terdapat di kaki candi. Ada dua belas panel relief  fabel, yaitu relief  Dua pria yang berkelahi, Angsa dan kura-kura, Perlombaan antara garuda dan kura-kura, Kera dan buaya, Tikus dan ular, Serigala dan wanita serong, Raja dan putri patih, Gajah dan kambing, Manusia singa, Serigala dan banteng, Kinnara, Singa dan banteng. Fabel- fabel ini dipetik dari cerita Pancatantra atau Jataka.

Relief  kera dan buaya , pada relief tersebut terlihat seekor kera menaiki punggung seekor buaya.


                                               Relief seekor kera menaiki punggung buaya

Candi yang cantik berada di lingkungan yang asri dan segar juga relief-reliefnya menarik menjadi daya tarik bagi candi ini. Melihat dan mengamati relief-relief  fabel ini jadi teringat dongeng fabel yang biasa diceritakan orang tua menjelang tidur saat masa kanak-kanak.